Sunday, July 8, 2012

Sepuluh Tahun Lagi, Di Bawah Pohon Ini

Kata itu, apakah kau masih bisa mengejanya?

Terus terang aku malu untuk mengakui bahwa sebenarnya pertanyaan itu lebih ditujukan pada diriku sendiri yang terlampau sering memaksanya menjauh hingga dia perlahan-lahan tersisih dari ingatan. Tak pandai aku beralasan, maka jangan tanya apa sebabnya karena hanya akan menimbulkan celah bagi kebohongan untuk bersarang semakin dalam. Pun tak pintar aku berlari, maka jangan khawatir aku akan mencuci tangan dan pergi sementara kau mati-matian menjaganya dalam keterpautan jarak.

Kata itu, apakah kau masih bisa mengejanya?

Aku tahu kau tak suka dicecar dengan pertanyaan seperti itu karena sebenarnya pertanyaan itu lebih ditujukan pada diriku sendiri. Walau bibir masih fasih mengucap, namun malafazkannya adalah sesuatu yang sulit ku lakukan. Bukan tak mau, lebih tepatnya tak bisa. Problematika kehidupan menguras banyak perhatian hingga memarjinalkannya menjadi sebuah pilihan. Hampir saja dia mengkronik. Andai hati tidak memiliki persediaan pelumas yang cukup, tentu korosi diri akan semakin mengganas.

Kata itu, apakah aku masih bisa mengejanya?

Disisa waktu yang kita punya, biarkan aku memperbaharui rasa, menangkarkannya dalam tudung sesal berharap kelak tidak ada lagi alpa yang mencari-cari celah untuk masuk merusak. Aku-kau tahu kita samasama bersepakat dengan masa saat itu, berdua kita menanamnya dalam gembur tanah kesadaran, rindang kanopi harapan dan sejuk semilir angin penantian. Kenangan itu membuatku kembali terguncang; Sepuluh tahun lagi, di bawah pohon ini, kata itu masih akan tetap sama, lima huruf . Tak berubah.




untuk Jeunk 0509,
satu waktu di titik yang sama, kita akan mengeja kata itu

No comments:

Post a Comment

Thanks For Ur Comment