Saturday, July 24, 2010

Awan

Springfield Mount, Leeds.
Hari itu bersinar cerah. Mentari pagi begitu menggairahkan. Siapa saja ingin menghabiskan waktu di luar rumah menikmati limpahan sinarnya yang menembus bumi. Ya, siapa saja tidak ingin melewatkan Summer Holiday Moment. 

Alcatraz memandangi cirrocumulus dari balik railing jendela kamarnya. Putih dan menari-nari. Seperti perlahan melambai, hendak mengajak untuk ikut bersama. Satu dengan yang lain saling berkejaran menuju arah tanpa batas.Altar memang suka memandangi awan...Bocah 6 tahun itu begitu senangnya menghabiskan waktu duduk di jendela kamarnya sambil memandang gumpalan kapas pada birunya langit.

"Ka..kak, sedang apa???" suara mungil tiba-tiba membuyarkan fantasinya.
Sesosok makhluk kecil berjalan mendekatinya. Pipinya merah dan tembem seperti cherry. Tubuhnya bulat megar dengan kilau mata pualam. Dia Calatrava, panggil saja Cava. Merupakan penghuni ke empat di rumah itu. Umurnya baru empat tahun. Begitu menggemaskan.

"Cava, coba kau lihat disana?" Altar menarik tangan mungil itu mendekat. Telunjuknya menunjuk hamparan langit di depannya. " Indah, bukan???" 
Cava mengikuti arah yang ditunjuk. "Iy kak. Indah. Awannya seperti bantal. Aku ingin main kesana. Hehehe." Cava tertawa sambil melompat-lompat layaknya bola yang sedang di dribel.
"Kau bayangkan saja. Sambil makan lollipop dan menutup mata, tiba-tiba dalam sekejap kau sudah disana bermain bersama Ran, kucing persia kesayanganmu." Gumam Altar. Matanya menerawang menembus angkasa. Cava adik kecilnya yang lucu pun mulai berimajinasi. Tawa kecil menghiasi bibirnya, membuat gigi susunya menyembul keluar.

"Tapi bagaimana kita bisa kesana, kak? Bukankah awan sangat jauh??? jauh.........sekali." Cava bertanya polos. Wajahnya tampak bingung. Lucu sekali. 
"Suatu hari nanti, kita bisa kesana." Kedua tangan kecil Altar kemudian membentuk bingkai. " Lihat, dia sangat dekat, bukan?!"
"He...eh. Hore kita bisa main di awan. Kita bisa pergi ke awan." Cava senang bukan kepalang. Dia berlari mengitari kakaknya.

" Anak-anak...Ayo, sarapan dulu!" Tiba-tiba seorang wanita muda muncul dari balik pintu. Namanya Deniz. perempuan berdarah Turki. Seorang arsitek lulusan Istanbul Technical University. Tapi itu dulu, sebelum menikahi Alvaro. Sekarang profesinya ibu rumah tangga dan pebisnis kecil-kecilan.

" Ibu...." Cava kecil berlari memeluk ibunya. "Aku dan kakak akan bermain di awan. Kami akan pergi ke awan." Gumam Cava bahagia.
" Betulkah itu, sayang? Tanya ibu sambil bergantian memandangi buah hatinya itu. Lalu, bagaimana cara untuk kesana?"
" Iya, ya" Cava bingung lagi.
" Ibu, bukankah ibu pernah mengatakan bahwa kita harus punya mimpi?" Altar angkat suara. " Kalau kita punya mimpi, kita pasti bisa mewujudkannya."
" Benar, sayang. Kita harus berani bermimpi. Karena mimpi kita hari ini adalah kenyataan esok hari. Dan mimpi kita kemarin adalah kenyataan hari ini." Ibu memeluk dan mencium kedua buah hatinya. Seraya melanjutkan." Namun, kita bukan hanya bermimpi saja. Kita harus berusaha dan punya keyakinan bahwa Allah pasti akan mewujudkan impian kita. Caranya...dengan rajin berdoa." Tukas ibu panjang lebar.
" Ooooo." Seru mereka, kompak.
"Dan satu lagi...kita harus punya kekuatan. Yaitu ilmu. Kita tidak dapat menembus langit dan bumi bahkan awan sekalipun kecuali dengan...kekuatan." Senyum mengembang di wajahnya. 
" Jadi kita harus bermimpi, yakin, doa dan kuat ya, bu?" Altar menyimpulkan. 
" Ya, Insya Allah. Kalian bisa pergi ke awan dengan semua itu...Nah, biar kuat, Altar dan Cava makan dulu ya...Kalau sakit kan gak bisa main di awan?!" Ibu menutup pembicaraan
"Ya...ya. Kami harus kuat. Kami harus kuat. Kami mau makan dulu..." Suara lucu Cava terdengar menggemaskan.
" Ok, bu. Kami datang." Altar bergegas keluar dari kamarnya.

Lega...


***
" Wahai golongan jin dan manusia! jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. kamu tidak akan mampu menembunya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)." QS.55:33




No comments:

Post a Comment

Thanks For Ur Comment